Selasa, 25 September 2012

Pesan untuk adik


           Ketika itu usiaku masih sangat kecil, aku dan keluarga baru beberapa tahun tinggal di rumah baru kami di Margawati, Garut. Saat itu di rumah kami belum tersedia air bersih. Sehingga untuk kebutuhan air sehari-hari kami menggunakan air kolam yang diendapkan terlebih dahulu. Sedangkan untuk keperluan minum dan masak kami harus mencari air yang lebih bersih lagi, saat itu air yang bersih dan gratis bisa kami dapatkan di masjid.
           Jarak masjid dari rumah kami cukup jauh, sehingga untuk membawa air tersebut kami memerlukan sepeda sebagai kendaraan pembantu. Setiap hari, sehabis salat maghrib aku, papah dan kakaku bersiap untuk pergi ke masjid. Entah mengapa walaupun suasana malam begitu dingin namun perasaanku begitu hangat, aku gembira bisa ikut membantu papah untuk membawa air ke masjid. Terkadang papah tak lupa mengingatkan mama untuk menyiapkan jerigen besar guna mengambil air sebelum kami pergi.
            Kami bertiga, mendorong sepeda tersebut bersama-sama sambil bercanda dan mengobrol sehingga perjalanan ke masjid menjadi tak terasa. Sesampainya di sana kami mulai mengisi jerigen kami dengan air yang mengalir dari keran tempat wudhu di masjid, seringkali orang setempat berlalu lalang masuk-keluar masjid sembari tak lupa menyapa kami. Setelah jerigen kami terisi penuh, kami pun tepatnya ayahku menyimpan jerigen berat berisi air tersebut ke atas dudukan sepeda.
          Tak jarang pula aku dan kakaku harus menunggu papah selesai salat isya dulu di masjid sebelui pulang. Aku dan kakaku hanya duduk di luar sembari menjaga jerigen yang sudah penuh terisi air tersebut. Setelah papah selesai salat kami pun langsung pulang dengan mendorong sepeda tersebut bersama-sama.
           Kini aku sudah dewasa, di rumah kami pun sudah tersedia air bersih yang melimpah yang bisa didapat dengan satu kali putaran keran saja. Aku berharap adik-adiku yang manja ini dapat mensyukuri keadaan mereka sekarang, yang hidup sudah lebih mudah dari masa kecilku. Selama ini mereka selalu menyangka bahwa kami sebagai yang lebih tua hobi menyuruh pada yang lebih muda. Ubahlah pikiran kalian sekarang. Kami selalu mencintai kalian dengan setulus hati.
              Sepeda itu kini menjadi saksi kerja keras papah demi keluarga, hingga kini pun terus begitu papah selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya. Terima kasih pah, semoga kami bisa menjadi anak yang dapat membagakanmu kelak. 

Sabtu, 09 Juni 2012

pray fo tonite

Pray for tonite

*sigh

don't let me lost, don't let me loose my hope
just take me by the hand ...
prove me that they're wrong
show me that you're exist like i always thought

I just too late to beleive You.
my love for you will be forevermore..

Selasa, 08 Mei 2012

Tentang saya



Mini Autobiografi

Life for freedom and let the people free, because world is OUR own, not MINE or YOURS.”
Manusia tercipta dengan potensi yang sama, hanya saja orang yang lebih maju memanfaatkan potensi mereka secara potensial..
JIBRILIANTIN AGNI AFTONNISA, nama yang tertera dalam akte kelahiran, ijazah, KTP milik saya. Nama tersebut lahir dari pemikiran seorang Ayah bernama Aa Hikmat serta pendamping hidup setianya Yulia Herlina. Sedikit bersyukur nama ini tidak pasaran di kalangan manusia dan sedikit terbebani juga karena nama ini masyhur di kalangan malaikat (paling tidak sering berada di posisi pertama dalam list nama-nama malaikat yang dipelajari manusia). Hal yang  tidak saya ingat ialah saat-saat saya dilahirkan, tapi menurut My Mom, saya lahir tanggal 20 Oktober 1991 di Karawang. Mungkin ini salah satu fungsi orang tua; ‘mengingatkan anaknya apa yang tidak diingatnya’.  Masa kecil dihabiskan di Karawang, tapi menjelang saya masuk TK, kami sekeluarga pindah ke Garut karena alasan pekerjaan orang tua. Mirip dengan konsep hijrah Nabi yang hijrah dari Mekah (tempatnya orang jahiiyah) ke Madinah (tempat di mana Nabi bisa membangun peradaban Islam yang lebih baik), keluarga saya juga pindah dari Karawang (pusatnya saweran sinden goyang karawang) ke Garut (Insyaallah tempat yang lebih baik). My Dad sering berkata “kalo terus di Karawang bisa-bisa kamu jadi sinden, buktinya di Garut sekarang kamu jadi santri”. Saya percaya bahwa setiap manusia harus berpindah menjadi pribadi yang lebih baik agar bisa kembali pada yang Maha Baik.
SD Kota Kulon 1 merupakan tempat saya menghabiskan 6 tahun masa kecil saya. Berkesan sekali karena justru diri saya yang sejati tergambar dalam potret masa kecil anak SD karena anak kecil tidak pernah berusaha menjadi orang lain tetapi selalu menjadi dirinya sendiri, sifat polos, ingin tahu, nakal, menangis depan umum, bertengkar dengan teman namun satu jam kemudian bermain bersama lagi, semua perbuatannya adalah pancaran dirinya, pure face.. without mask!. Seingat saya prestasi akademik periode Sekolah Dasar terbilang buruk. Ketika kelas 1 hingga kelas 3 SD, saya selalu menjadi murid dengan peringkat 3 besar tiap semesternya. Menginjak kelas 4 prestasi saya menurun drastis, saya masuk peringkat 15 besar kemudian dari kelas 5 hingga 6 masuk peringkat 10 besar. Saya juga tidak begitu mengerti mengapa presatasi saya bisa menurun seperti itu, yang saya ingat memang ketika kelas 1-3 SD, saya merupakan anak yang sangat disenangi oleh teman-teman, rajin, ikhlas, tidak banyak bicara, dsb.
Setelah kelulusan SD saya memutuskan melanjutkan pendidikan ke Pesantren Darul Arqam, kebetulan kakak saya, Marella juga bersekolah di sana. Karena pada hakikatnya saya merupakan orang yang sulit bersosialisasi dengan orang yang baru kenal, pertama kali masuk DA (nickname pesantren) saya kesulitan mendapat teman dekat padahal orang-orang di sana semuanya ramah, hanya saja saya yang terlalu membentengi diri. Tapi lama kelamaan saya bisa menjadi dekat dengan mereka bahkan sangat dekat seperti saudara..
               Tiga tahun di DA sudah terlewati, entah mengapa saya tidak keberatan untuk melanjutkan jenjang Aliyah di DA tercinta. Walaupun kehidupan di DA kami lewati dengan keluh kesah karena kangen rumah, peraturan yang ketat, setiap hari harus bangun di subuh hari yang dingin, sekolah subuh dan selesai di malam hari, tapi kami menjalaninya dengan ikhlas dan gembira karena kami menjalaninya bersama-sama. Pada akhirnya saya menghabiskan 6 tahun berkesan dan berharga di DA. Sedih rasanya harus berpisah dengan teman terhebat yang pernah saya miliki. But life must go on somehow
Masa-masa pencarian universitas merupakan bulan yang paling menyedihkan dalam pengalaman saya. Saya terombang-ambing dalam berbagai pertimbangan di antara sejumlah list perguruan tinggi yang semuanya memuakkan. Saya filter menjadi universitas yang menyediakan program beasiswa saja. Ketika itu niat saya adalah kuliah tanpa dibiayai orang tua, namun dari sekian program beasiswa yang diikuti tak ada satupun yang berhasil ditembus. Dan akhirnya dengan berat hati saya masuk UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Jujur saya mewek-mewek di minggu-minggu pertama perkuliahan di kampus UIN. Tapi beruntungnya, teman-teman di UIN merupakan teman yang baik-baik tidak individualis seperti di kampus-kampus biasanya. Saya juga terbantu dengan tinggal di kosan bersama teman dari DA. Inna ma’al ‘usri yusro..[1]
Pertama masuk kuliah saya memutuskan untuk menjadi orang yang tidak banyak bicara. Hingga kini di kampus, saya termasuk orang yang lebih senang diam, berbeda dengan ketika saya bergaul dengan teman DA dan keluarga. Bukannya saya memarjinalkan teman di kampus, tapi saya hanya ingin menjadi lebih dewasa dalam menyikapi pergaulan dan lebih berhati-hati dalam berbicara, setidaknya sekarang saya termasuk mahasiswi dengan prestasi akademik yang lumayan di kelas.
Karena saya menjalani perkuliahan dengan santai dan kebetulan juga saya tidak tertarik dengan organisasi kampus, saya memiliki banyak waktu luang untuk merenungi kehidupan saya. Merasa kurang sreg di UIN, saya mencoba apply ke universitas lain jalur beasiswa tapi gagal. Kemudian karena sejak dahulu memang ingin pergi ke luar negri, bukan berarti saya menganggap rumput tetangga lebih hijau, tapi logikanya bagaimana saya bisa tahu bahwa rumput saya hijau jika saya tidak pernah melihat rumput milik tetangga seperti apa, maka pada semester 3 kemarin saya mencoba apply program short courses ke Maroko dan ini merupakan kegagalan kedua untuk program luar negri setelah dulu gagal masuk program beasiswa ke Malaysia. Program Maroko ini yang paling membuat saya miris, bahkan sempat marah pada Tuhan karena tidak pernah menggapai tangan saya untuk sekali saja dalam hidup saya. Saya merasa sudah cukup maksimal ketika apply ke Maroko, selain karena essay saya jauh lebih baik dari essay/konsep untuk program beasiswa sebelumnya yang sudah saya review kembali, namun pada akhirnya tetap gagal.
Mau tidak mau saya melanjutkan hidup di UIN, masih belum mencoba menyibukkan diri dalam organisasi kampus, paling-paling organisasi yang ditekuni sampai sekarang ialah Peace Generation. Ukuran ideal organisasi yang saya inginkan memang seperti itu, penuh dengan perbedaan (karena pesertanya lintas kota, lintas agama bahkan dari lintas negara), open minded adalah kunci masuk program ini, setidaknya dari organisasi ini saya belajar mencintai perbedaan, menghargai hidup orang lain sebagaimana hidup kita ingin dihargai, tidak pernah menilai seseorang dari luarannya, dan yang paling penting menciptakan dunia yang penuh kedamaian, aman, nyaman, hangat, kemanapun dan kapanpun kita dapat melangkahkan kaki kita tanpa ragu sedikitpun.
Sampai saat ini saya belum menemukan jati diri serta pola hidup ideal yang diinginkan. Tapi kemarin saya baru saja mengalami awal titik nadir dalam hidup saya, yang akhirnya membuat saya bertambah yakin akan Tuhan, yakin akan Rasul-Nya, yakin akan kekuatan hebat manusia yang tertanam dalam diri mereka,  yakin bahwa setiap manusia berhak dihargai dan wajib menghargai sesamanya.
Nowadays...
 I’m still searching to find out the real Me! 
Try to living my life enjoy and happy..  let my mind to be widely opened..  seeking advice and valuable moment from everyone I met, learn from everything that I’ve done both wrong and right.. looking for something new, new experience, new people, new excitement, newest news, and knew everything that’s happens in all over the world.  
Hope God always blessed us whenever and wherever we are.

Bandung, Februari 2012
With regards,


Jebe,
-a brand new world seeker



[1] Q.S Al-Insyirah : 6

Rabu, 07 Maret 2012

Movie Review : The Ides of March


Review: The Ides of March
        The Ides of March merupakan film bertema thriller politik yang mengisahkan bagaimana seluk beluk strategi kampanye serta politik hitam dari partai politik menjelang pemilu di Amerika Serikat. Berbeda dengan di Indonesia, di US pemilu yang dilaksanakan cenderung rumit dan memakan waktu serta biaya yang besar. Juga di Indonesia kita memiliki banyak sekali partai sampai puluhan partai dari mulai yang tidak famous sampai yang the most famous. Tapi di US hanya ada dua partai besar yaitu partai republik dan demokrat.
        Adapun film ini menggambarkan kemelut politik menjelang pemilu dari partai demokrat, yang calonnya bernama Mike Morris. Untuk menandingi calon dari partai republik tentulah partai demokrat memerlukan strategi serta tim sukses yang handal untuk menangani kampanye guna suksesnya pemilu. Walaupun pada hakikatnya banyaknya ketertarikan massa terhadap calon tidak menjamin menangnya suatu partai, karena berbeda dengan di Indonesia yang setiap kepala berhak menyumbangkan satu suara— tapi di US pemberian suara diberikan oleh dewan pemilih yang merupakan wakil dari tiap daerah. Oleh karena itu baik Morris maupun Pullman (wakil partai republik) saling berebut kepercayaan dari dewan perwakilan agar memberikan delegasinya.
         Dalam film ini, pihak demokrat mempunyai dukungan dari media massa serta tim sukses yang digawangi oleh Paul dan Stephen, manajer kampanye muda yang pintar. Kesan saya dapatkan setelah menonton film ini ialah calon dari partai demokrat, Mike Morris ini merupakan orang yang bisa dibilang mewakili kepentingan setiap umat manusia, tidak memihak pada suatu klan, ras, agama dsb. Dia sangat menjunjung tinggi persamaan hak umat manusia, menolak adanya sistem dinasti/nepotisme dalam bentuk apapun dan ingin menjalankan pemerintahan  yang bersih. Hal ini juga yang menimbulkan sense di hati Stephen, dia bilang “inilah pemimpin yang dapat merubah dunia” saat meyakinkan rekannya, Ida dari media massa Times.
        Di tubuh partai demokrat sendiri, tarik ulur kekuasaan dipegang oleh sekiranya 4 orang komunikator politik yaitu Mike Morris sebagai calon presiden yang ternyata memiliki rahasia besar yang bisa melemahkan kewenangannya, Paul seorang atasan manajer kampanye yang sudah berpengalaman sekaligus menjunjung tinggi loyalitas, Stephen sebagai bawahan dari Paul seorang manajer kampanye muda yang sangat berkharisma dan penuh strategi, terakhir dari media massa Times yang diwakili oleh Ida seorang jurnalis yang merupakan teman dari Stephen dan cenderung pro terhadap kampanye Morris.
       Masalah mulai muncul ketika Stephen bertemu dengan Tom Duffy yang merupakan orang dari tim sukses partai republik yang dengan sengaja menawari Stephen untuk bergabung dengannya dan membeberkan strategi kampanye miliknya. Sayangnya Stephen tidak memberitahukan kepada Paul perihal pertemuan mereka, sehingga ketika masalah mulai muncul dan Paul mengetahui ketidak-loyal-an Stephen, dia merasa kecewa. Pada akhirnya satu-satunya jalan agar Morris bisa unggul di Ohio (yang merupakan suara penentu) ialah dengan menjanjikan posisi tinggi bagi Frank Thompson, seorang dewan pemilih agar mau memberikan delegasinya.
      Klimaks dari film ini ialah ketika Morris bersikeras pada prinsipnya untuk menjalankan white politic, Times sebagai media massa yang senantiasa mendukung kampanye Morris merasa dibohongi ketika mengetahui bahwa Stephen sempat main belakang dengan Duffy, dan Paul yang berusaha mengeluarkan Stephen dari kantornya, serta Stephen yang bisa dibilang bak telur di ujung tanduk.
Namun nasib berkata lain, matinya Molly—kekasih dari Stephen—yang mengetahui rahasia besar milik Morris menjadi batu loncatan bagi Stephen.  Dengan rahasia besar milik Morris, Stephen mengancam Morris agar –jika ingin segala sesuatunya aman baik rahasianya maupun kampanyenya— pecat Paul dan kedudukannya diganti oleh Stephen.
      Dengan berbagai pertimbangan akhirnya Morris angkat tangan pada Stephen. Paul dipecat, Stephen menjadi manajer kampanye Morris, media massa tidak mengincar Stephen lagi, dan Morris tetap menjalankan kampanyenya di bawah strategi dari Stephen karena nasibnya  kini ada di tangan Stephen.

Bagaimanapun dalam dunia politik segala hal bisa terjadi. Kepercayaan, konspirasi dan kekuasaan bisa berpindah dari satu tangan komunikator politik ke tangan lainnya dalam waktu dan langkah yang tidak terduga..

-Jebe,
tugas Komunikasi Politik
Bandung, 3/7/12